banner

Mesin Pencari

20091124

Hukum-hukum dasar kimia dan perhitungan kimia (stoikiometri)


Istilah stoikiometri berasal dari bahasa Yunani yaitu stoicheon yang berarti unsur dan metron yang berarti pengukuran. Jadi, stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari hubungan kuantitatif antara pereaksi dan produk dalam reaksi. Stoikiometri dapat dikatakan pula sebagai hitungan kimia.
Pernahkah kamu perhatikan bagaimana reaksi kimia berlangsung? Pada saat kamu mengadakan kegiatan praktikum di laboratorium(laboratorium Analitik, Anorganik dan Fisik FMIPA UnMul. lho kok bawa-bawa nama Lab itu sih... hehe ?), dalam wujud apa bahan-bahan kimia tersebut direaksikan? Pada umumnya reaksi kimia berlangsung dalam bentuk larutan. Sebelum kamu mereaksikan larutan tersebut, tentunya kamu akan menghitung terlebih dahulu berapa jumlah zat yang akan direaksikan dan berapa jumlah zat yang akan dihasilkan. Dalam ilmu kimia hal tersebut dipelajari dalam stoikiometri larutan.
Untuk dapat memahami konsep stoikiometri larutan, maka harus memahami terlebih dahulu jenis-jenis reaksi dalam larutan elektrolit, pengertian konsentrasi, konsep mol, dan persamaan reaksi.

A. Reaksi dalam Larutan Elektrolit
Apakah kamu masih ingat tentang larutan yang dapat menghantarkan arus listrik? Disebut larutan apakah larutan tersebut? Reaksi yang berlangsung dalam larutan tersebut adalah reaksi ionisasi. Larutan tersebut adalah larutan elektrolit. Larutan elektrolit digolongkan menjadi dua macam yaitu larutan elektrolit lemah dan larutan elektrolit kuat.
Reaksi antara ion-ion dalam larutan elektrolit dapat menghasilkan senyawa kovalen, endapan, gas, atau perubahan warna larutan.
1. Reaksi Penetralan Asam Basa
Reaksi antara senyawa asam dan basa dapat menghasilkan garam mineral dan air
Asam + basa ↔ garam + H2O
Contoh:
KOH(aq) + HCl(aq) KCl(aq) + H2O(1)
Mg(OH)2(aq) + H2SO4(aq) MgSO4 + 2 H2O(1)

Reaksi antara asam dan basa umumnya disebut dengan reaksi penetralan. Akan tetapi, tidak semua garam yang dihasilkan dari reaksi ini bersifat netral. Ada garam-garam yang mempunyai sifat asam atau basa. Hal ini tergantung dari kuat atau lemahnya asam dan basa yang bereaksi membentuknya.
asam kuat + basa → kuat garam netral
asam kuat + basa → lemah garam bersifat asam
asam lemah + basa kuat → garam bersifat basa
Konsentrasi larutan asam atau basa dapat ditentukan berdasarkan reaksi yang terjadi dalam larutan tersebut. Cara ini dikenal sebagai titrasi asam basa. Eksperimen titrasi dilakukan dengan menambahkan larutan asam atau basa yang diketahui konsentrasinya (larutan standar) ke dalam larutan asam atau basa yang ingin diketahui konsentrasinya. Penambahan terus dilakukan sampai tercapai titik ekuivalen, yaitu titik saat asam dan basa tepat habis bereaksi. Jika volume larutan standar dan larutan sampel diketahui, maka konsentrasi larutan sampel dapat ditentukan.

2. Reaksi Oksida Basa dengan Asam
Oksida basa beraksi dengan asam membentuk garam dan air
Oksida basa + asam → garam + H2O
Contoh:
K2O(s) + H2SO4(aq) → K2SO4(aq) + H2O(1)

3. Reaksi Oksida Asam dengan Basa
Reaksi antara oksida asama dengan basa dapat membentuk garam dan air
Oksida asam + basa → garam + H2O
Contoh


4. Reaksi Pengendapan
Beberapa kation dan anion dalam larutan elektrolit dapat membentuk larutan yang sukar larut dalam air
Contoh:


5. Reaksi yang Menghasilkan Gas
Reaksi larutan asam dengan abebrapa logam menghasilkan gas hidrogen.
Oksida asam + logam → garam + H2
Contoh:


Logam yang dapat bereaksi dengan asam adalah logam yang terletak di sebelah kiri atom hidrogen pada deret volta berikut:


B. Stokiometri Larutan
Sebagian besar reaksi kimia dapat berlangsung lebih cepat apabila pereaksi dalam bentuk larutan. Mengapa demikian? Apa yang membedakan reaksi kimia dalam larutan (campuran homogen) dengan campuran heterogen? Sebelum pembahasan tentang stoikiometri larutan maka kita akan bahas terlebih dahulu tentang konsentrasi larutan.


1. Konsentrasi Larutan

a. Pengertian Konsentrasi Larutan
Konsentrasi adalah istilah umum untuk menyatakan banyaknya bagian zat terlarut dan pelarut yang terdapat dalam larutan. Konsentrasi dapat dinyatakan secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Untuk ukuran secara kualitatif, konsentrasi larutan dinyatakan dengan istilah larutan pekat (concentrated) dan encer (dilute). Kedua isitilah ini menyatakan bagian relatif zat terlarut dan pelarut dalam larutan. Larutan pekat berarti jumlah zat terlarut relatif besar, sedangkan larutan encer berarti jumlah zat terlarut relatif lebih sedikit. Biasanya, istilah pekat dan encer digunakan untuk membandingkan konsentrasi dua atau lebih larutan.
Dalam ukuran kuantitatif, konsentrasi larutan dinyatakan dalam g/mL (sama seperti satuan untuk densitas). Namun, dalam perhitungan stoikiometri satuan gram diganti dengan satuan mol sehingga diperoleh satuan mol/L. Konsentrasi dalam mol/L atau mmol/mL dikenal dengan istilah molaritas atau konsentrasi molar.
b. Molaritas
Molaritas atau kernolaran menyatakan jumlah mol zat terlarut (n) dalam satu liter larutan (L) atau milimol zat terlarut (n) dalam setiap satu mililiter larutan (mL).


Keterangan: W = berat zat (gram)
Mr = masa molekul relative zat
V = volume larutan (mL)

Suatu larutan dapat dibuat dengan cara melarutkan zat terlarut murniatau mengencerkan dari larutan pekatnya: Agar lebih jelas, perhatikanlah contoh berikut:

1) Penentuan Molaritas dengan Cara Pelarutan
Jika kita ingin membuat 250 mL larutan K2CrO4 0,25 M dari bentuk kristal, caranya adalah dengan menghitung massa zat yang akan dilarutkan.
mol K2CrO4 = 250 mL x 0,25 M
= 0,0625 mol
g K2CrO4 = 0,0625 mol x 194 g / mol
= 12,125 g
Jadi, yang harus dilakukan adalah melarutkan 12,125 g kristal K2CrO4 ke dalam 250 mL air

2) Penentuan Molaritas dengan Cara Pengenceran
Jika larutan di atas akan diubah konsentrasinya menjadi 0,01 M K2CrO4, caranya adalah dengan cara pengenceran. Dalam pengenceran kita akan mengubah volume dan kemolaran larutan, namun tidak mengubah jumlah mol zat terlarut.
nl =n2 → n = MV

M1 V1 =M2V2

Keterangan:
M1 = konsentrasi sebelum pengenceran
V1 = volume sebelum pengenceran
M2 = konsentrasi setelah pengenceran
V2 = volume setelah pengenceran

Untuk contoh di atas, kita dapat mengambil 10 mL larutan K2CrO4 0,25M. Setelah itu, dilakukan pengenceran dengan perhitungan:
M1V1 = M2V2
0,25M x 10mL = 0,01MxV2

= 250 mL

Jadi, yang harus dilakukan adalah mengencerkan 10 mL K2CrO4 0,25 M sampai volumenya menjadi 250 mL.
Jika dua jenis larutan dicampurkan dan jumlah mol zat terlarut mengalami perubahan (n1 tidak sama dengan n2), maka mol zat setelah dicampurkan tergantung kepada jumlah
nl dan n2 sedangkan volume larutannya menjadi V1 + V2.


Di laboratorium, larutan-larutan pekat tidak diketahui molaritasnya, tetapi yang diketahui (dapat dibaca pada etiket botol) adalah kadar (dalam satuan persen berat) dan densitas (g / mL). Bagaimanakah membuat larutan dengan molaritas tertentu dari larutan pekat? Prinsipnya sama dengan cara pengenceran. Sebagai contoh, pembuatan 100 mL larutan asam perklorat 0,1 M dari asam perklorat dengan etiket: kadar 70% dan densitas 1,664 g/mL. Caranya adalah dengan mencari molaritas larutan pekat terlebih dahulu. Untuk memperoleh nilai M, maka kita harus mengubah kadar (%) menjadi mol dan mengkonversi massa (gram) menjadi volume (mL).


= 11,59 M HClO4

Dari contoh di atas dapat diturunkan rumus:
Molaritas (M) = Persen berat x Densitas x 10 / Mr

Setelah molaritas diketahui, kemudian yang harus diambil (V1). Dalam hal ini, volume HC1O4 yang akan diambil adalah
V1 M1 = V2 M2
V1 x 11,59 M = 100 mL x 0,1
M V1 = 0,863 mL

Sebanyak 0,863 mL HC1O4 11,59 M dimasukkan ke labu takar berukuran 100 mL, kemudian ditambahkan akuades sampai tanda batas 100 mL dan digojog sampai homogen. Sekarang diperoleh larutan HC1O4 0,1 M sebanyak 100 mL

2. Perhitungan Kimia

a. Mol dan Persamaan Reaksi
Di kelas X kamu telah mempelajari tentang konsep mol. Pada pokok bahasan ini, kamu akan mempelajari konsep mol dan persamaan reaksi secara terpadu. Kita telah memahami bahwa satu mol suatu senyawa mengandung 6,02 x 1023 partikel senyawa tersebut. Jika diterapkan untuk atom atau molekul, maka:
1 mol = 6,02 x 1023 atom / molekul
Untuk mengingatkan hubungan antara konsep mol dengan jumlah partikel, massa atom/ molekul, volume standar, dan molaritas, perhatikan diagram “Jembatan Mol” berikut!


Bagan di atas memperlihatkan bahwa mol dapat men¬jembatani berbagai parameter sehingga memudahkan kita untuk memahami sebuah reaksi kimia.
Pada bagan tersebut, ditunjukkan bahwa semua jalur yang menuju ke mol menggunakan tanda “ pembagian “, sedangkan jalur yang keluar dari mol menggunakan tanda “perkalian”, kecuali untuk molaritas (M).
Sebagai contoh, perhatikan reaksi berikut!
H2(g) + O2(g) — H2O(g)
Reaksi di atas memperlihatkan bahwa jumlah atom oksigen pada reaktan ada dua buah, sedangkan jumlah oksigen di produk ada satu buah. Hal ini berbeda dengan atom H yang sudah sama. Oleh karena itu, reaksi harus disetarakan.
Penyetaraan reaksi dapat dilakukan dengan membuat koefisien O2 = ½ sehingga persamaan reaksinya menjadi sebagai berikut.
H2(g) + ½ O2(g) — H2O(g)
Pada reaksi di atas jumlah atom O dengan H pada reaktan sudah setara dengan jumlah atom O dan H pada produk. Angka pecahan dalam persamaan dapat dihilangkan dengan mengalikan dua terhadap semua koefisien reaksi.
2H2(g) + O2(g) 2H2O(g)
Persamaan reaksi di atas menunjukkan bahwa koefisien reaksi masing-masing untuk H2, 02, dan H2O adalah 2, 1, dan 2. Dalam perhitungan kimia, koefisien reaksi melambangkan perbandingan mol zat reaktan dan produk dalam suatu reaksi. Artinya, perbandingan mol dalam reaksi di atas, yaitu antara H2, 02, dan H2O adalah 2 : 1 : 2.
Perhatikanlah ilustrasi di bawah ini!
2H2(g) + O2(g) ---------------- 2H2O(g)
Perbandingan mol 2 : 1 : 2


Contoh lain adalah pembakaran gas metana di udara.
metana + oksigen ------------------------ karbondioksida + air
CH4 + 202 ----------------------- CO2 + 2H20



Persamaan reaksi menunjukkan bahwa 1 mol CH4 bereaksi dengan 2 mol O2 menghasilkan 1 mol CO2 dan 2 mol H2O.
Dari persamaan reaksi dapat kita katakan bahwa:
Jumlah mol H2O yang dihasilkan = 2
Jumlah mol CH4 yang beraksi 1
Perbandingan ini dapat digunakan untuk menghitung massa air yang dihasilkan ketika sejumlah tertentu gas metana terbakar di udara.
b. Perhitungan Massa Zat Reaksi
Jika kamu ingin mengerjakan suatu reaksi di laboratorium, kamu pasti akan mengukur bahan pereaksi dalam satuan gram atau liter sebelum rnereaksikannya. Oleh karena itu, pekerjaan di laboratorium akan selalu berkaitan dengan perhitungan massa.
Penentuan jumlah produk dan reaktan yang terlibat dalam reaksi harus diperhitungkan dalam satuan mol. Artinya, satuan-¬satuan yang diketahui harus diubah ke dalam bentuk mol. Metode yang sering dipergunakan dalam perhitungan kimia ini disebut metoda pendekatan mol.
Langkah-langkah metode pendekatan mol dapat dilihat pada langkah-langkah berikut.
1. Tuliskan persamaan reaksi dari soal yang ditanyakan, lalu disetarakan.
2. Ubahlah semua satuan yang diketahui dari tiap-tiap zat ke dalam mol
3. Gunakanlah koefisien reaksi untuk menyeimbangkan banyaknya mol zat reaktan dan produk.
4. Ubahlah satuan mol dari zat yang ditanyakan ke dalam satuan yang ditanyakan.


C. Reaksi Netralisasi
1. Proses Titrasi
Salah satu aplikasi stoikiometri larutan adalah perhitungan mencari molaritas atau kadar suatu zat dalam larutan sampel melalui suatu proses yang disebut analisis volumetri. Analisis volumetri adalah analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan jalan mengukur volume suatu larutan standar yang tepat bereaksi (bereaksi sempurna) dengan larutan yang dianalisis. Misalnya akan dicari molaritas larutan Z, maka ke dalam larutan Z ditambahkan larutan standar sehingga terjadi reaksi sempurna antara larutan Z dengan larutan standar.Larutan standar adalah larutan yang konsentrasi atau molaritasnya telah diketahui secara pasti.Larutan standar ada 2 macam, yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan standar yang setelah dibuat, dapat langsung dipakai untuk ditambahkan ke dalam larutan yang akan dicari konsentrasinya. Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang setelah dibuat tidak dapat langsung digunakan, tetapi harus dicek lagi konsentrasinya atau molaritasnya dengan menambahkan larutan standar primer. Proses pengecekan larutan standar sekunder dengan larutan standar primer disebut dengan standarisasi.
Proses penambahan larutan standar ke dalam larutan Z (yang akan ditentukan konsentrasinya) disebut dengan titrasi. Proses penambahan ini dilakukan sedikit demi sedikit (tetes demi tetes) memakai suatu alat yang disebut buret. Setiap satu tetes larutan standar yang keluar dari buret volumenya ± 20 mL. Zat yang akan dititrasi ditempatkan dalam erlenmeyer.
Saat terjadinya reaksi sempurna antara larutan standar dengan larutan yang dianalisis disebut titik akhir titrasi. Pada saat titik ini dicapai, titrasi dihentikan.
Dalam analisis volumetri, reaksi yang terjadi antara larutan standar dengan larutan yang dianalisis harus memenuhi beberapa syarat, antara lain:
1. Reaksi kimia yang terjadi harus sederhana dan persamaan reaksinya mudah ditulis.
2. Reaksi harus dapat berjalan cepat. Tetesan terakhir dari larutan standar harus sudah dapat menunjukkan reaksi sempurna. Jika tidak, maka akan terjadi kesalahan titrasi.
3. Pada saat reaksi sempurna (titik akhir titrasi) tercapai, harus ada pembahan fisik atau sifat kimia yang dapat diamati atau indikasi perubahan dapat diketahui dengan menambahkan larutan indikator ke dalam larutan yang akan dititrasi atau dapat pula disebabkan oleh warna larutan standarnya sendiri.
Sebagai contoh, reaksi penetralan larutan NaOH dengan larutan HC1. Baik larutan NaOH maupun larutan HC1 adalah berwarna bening. Hasil reaksinya(NaCI dan H20), juga berwarna bening, sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Untuk itu, ke dalam larutan yang dititrasi (larutan NaOH), ditambahkan larutan indikator, misalnya indikator fenolftalein, disingkat (pp) yaitu suatu indikator yang dalam larutan basa memberikan warna merah dan dalam larutan yang bersifat asam tidak berwarna. Penambahan indikator ini menggunakan pipet tetes. Banyaknya larutan indikator yang ditambahkan cukup satu atau 2 tetes. Titrasi larutan NaOH dengan HC1 memakai indikator pp, dan titik akhir titrasi tercapai pada saat tetesan terakhir penambahan larutan HCl memberikan perubahan warna.


2. Titrasi Asam Basa
Salah satu penerapan konsep reaksi netralisasi adalah dalam titrasi asam basa. Dalam titrasi asam basa, nilai tetapan kesetimbangan ionisasi digunakan sebagai tolok ukur untuk penentuan pH larutan saat tercapainya titik ekuivalen. Titik ekuivalen atau titik akhir teoritis adalah saat banyaknya asam atau basa yang ditambahkan tepat setara secara stokiometri dengan banyaknya basa atau asam yang terdapat dalam •larutan yang dianalisis.
Rumus yang dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan sampel adalah sebagai berikut:
Mol sampel = mol standar
Msampel Vsampel = Mstandar Vstandar



2 komentar: